Your cart is currently empty!
Sepenggal Rutinitas Pagi
Satu hal yang saya sukai ketika nganter anak-anak ke sekolah pagi-pagi itu saya bisa melihat riuhnya jalanan. Mendekati area sekolah, makin nampak tumpah ruah. Beragam jenis orangtua nampak terlibat dalam aksi heroik, mengantarkan buah hati kesayangan dengan tepat waktu di hadapan pendidik tanpa tanda jasa.
Bisa nganterin anak tanpa terlambat itu sebuah prestasi besar. Ada banyak pelajaran yang bisa dipetik anak-anak dari rutinitas tiap pagi ini.
Satu, mereka belajar memperhitungkan waktu berangkat yang tepat, sekaligus memanajemen urusan dalam negeri mereka seperti berapa lama mereka boleh berdiam diri di kamar mandi, atau sekadar berapa waktu yang mereka butuhkan untuk memeriksa apakah masih ada kotoran yang membandel di pelupuk mata.
Dua, mereka belajar menyelesaikan konflik dengan lebih cepat, karena kalau kelamaan berantem, resiko terlambat lebih besar. Konflik yang sering terjadi biasanya terkait siapa duluan yang mandi, atau siapa yang duduk di depan/belakang boncengan. Konflik ini biasanya terjadi pada situasi kakak beradik sudah sekolah. Buat anak tunggal mah, lebih minim konfliknya ya.
Tiga, mereka belajar mengunyah tanpa bengong, dan tentunya tanpa sesi poto-poto makanan macem orang-orang kalo lagi nongki di cafe. Dunia nyata sayangnya berisi fakta kalau sarapan di weekday adalah masakan yang paling cepat disajikan, hingga seringnya tidak memasukkan unsur estetika yang menggoda pandangan mata.
Empat, lima, enam.. silahkan tambahkan sendiri yaaa..
Balik lagi ke aksi heroik nganterin anak sekolah. Suasana pagi yang masih bernuansa dingin, sentuhan embun semalam, bagi orang sentimental (baca: saya), bikin mudah sekali menangkap momen-momen haru, lalu ujung-ujungnya mewek.
Bocah-bocah berseragam, berlarian menuju gerbang sekolah yang mulai bergeser menutup. Adrenalin mereka terpacu untuk bisa masuk ke halaman sekolah sebelum terkunci di luar. Di dekat gerbang, beberapa anak sedang dipeluk ibunya. Dari kejauhan terlihat bibir ibunya membuka menutup, doa apa yg kira-kira dilantunkan? Beberapa anak lainnya mencium tangan ayahnya, lalu tersenyum manis sambil menadahkan tangan, kesempatan minta uang saku.
Sesekali saya pernah melihat anak tingkat menengah atas berlari-lari sambil mendorong motor kebanggaannya. Habis bensin, tapi tak ada lagi waktu buat ngantri beli bensin.
Inilah kehidupan. Pagi. Perjuangan. Cita-cita. Harapan.
Tak pernah ada amal yang sia-sia, ketika kita berjuang untuk mengantarkan anak-anak ke sekolah tiap pagi, untuk mewujudkan harapan atas kehidupan yang lebih baik di masa depan, dan perjuangan itu kita bingkai sebagai bentuk ketaatan pada-Nya.
Leave a Reply