Your cart is currently empty!
Sekolah Tinggi-tinggi, Ujungnya di Rumah Melulu?
Ini pertanyaan atau pernyataan? Yang jelas selalu hadir dari tahun ke tahun, menyapa pikiran setiap perempuan ketika memasuki usia produktif.
Pada tahun 1900an, ketika pernyataan ini digulirkan, langsung nampak perlawanan dimana-mana. Mulai dari perempuan bercelana panjang, menggundul kepala, sampai yang ekstrim, ikutan dugem di klub malam. Tentu saja aktivitas intelek juga terlihat, berteriak lantang di panel diskusi, berkarya dengan kesempurnaan khas perempuan.
Tapi tulisan ini tidak bermaksud membahas tentang kesetaraan gender. Tulisan ini adalah coretan keresahan melihat pada masa ini, ketika kemajuan teknologi makin menunjukkan kejumawaannya, ternyata masih banyak perempuan yang gamang tentang hakikat belajar.
Seolah-olah ingin kembali pada cerita Siti Nurbaya. Menikah, mendampingi suami, melahirkan, membesarkan anak, tanpa konteks kuat yang mengarah pada kemajuan atau perbaikan.
Lho, bukannya memang itu ‘tugas’ utama perempuan? Bagaimana para perempuan bisa melakukan tugas-tugas itu jika tidak berada di rumah?
Yup, benar, perempuan adalah ibu dari kehidupan, dari rahimnya kelak akan terlahir para pembawa perubahan masa depan. Persoalannya bukan itu tugas atau bukan. Melainkan bagaimana tugas itu bisa tereksekusi dengan hasil yang baik. Tiap orang ingin berubah, maka perubahan yang diharapkan adalah perubahan yang menuju ke arah yang lebih baik.
Maka, konteks manusia pembelajar WAJIB dimiliki perempuan. Alih-alih berdebat perempuan lebih baik di rumah aja dibandingkan di luaran, semestinya adalah kesempatan memperjuangkan pendidikan setinggi-tingginya jadi prioritas.
Perubahan diawali dari pengetahuan
Pengetahuan distimulus oleh keingintahuan
Banyak hal yang sudah berubah. Cara mendidik anak, cara berkomunikasi, cara berbisnis, cara jualan, cara mengatur rumah tangga, dll. Termasuk cara ber-sosial media. Jika tidak peka dengan perubahan, perempuan menjadi makhluk malang yang selalu tertinggal dan kemudian ditinggal.
Di rumah melulu atau tidak, perempuan perlu meng-upgrade dirinya. Untuk itu perlu ada yang mengingatkan. Entah itu pasangan, orangtua, guru, atau teman-teman. Dukungan sesama perempuan akan semakin menguatkan, sebab fitrah manusia yang multitasking membuatnya mudah terdistraksi.
Perempuan yang cerdas, akan menstimulus anak-anaknya juga ikutan cerdas. Sehingga, di masa depan, bukan tidak mungkin, peradaban kita ini akan jauh lebih baik.
Maka jika ada kesempatan untuk bisa menstimulus diri jadi perempuan pembelajar, tanpa harus meninggalkan rumah atau peran yang sudah dijalani saat ini, jangan banyak panjang pikir, pergunakan dengan baik. Ikut komunitas yang bisa membantu proses bertumbuh, bisa jadi support sistem yang melengkapi sumber daya perempuan.
Leave a Reply