Your cart is currently empty!
Menyiapkan Pengasuhan untuk Ananda*
Hari ini banyak kita dapati pada kelas-kelas parenting, tentang teori keluarga ideal dengan beragam kelengkapan-kelengkapannya. Tidak sedikit dari kita yang kemudian membandingkan pengasuhan diri di masa lalu, lantas merasa insecure, karena pada turun temurun garis keluarga terdapat jarak yang membentang dengan kondisi yang ideal menurut para ahli.
Maka mari kita membuka hati, menyimak kembali risalah-Nya, yang bercerita tentang beberapa keluarga nabi. Allah menguji keluarga para nabi, untuk menstimulus tingkat keimanan hamba-Nya.
- Keluarga Nabi Nuh. Adalah Kan’an, putra Nabi Nuh as, yang tenggelam pada banjir besar atas azab Allah.
- Keluarga Firaun. Adalah Asiya binti Muzahim yang berjuang dalam mengasuh Nabi Musa, melawan kediktatoran Firaun.
- Keluarga Nabi Yakub. Dari 12 orang anak, yang 10 nya ‘nakal’, hanya 2 yang sholeh. Itupun kedua anak sholehnya menghilang.
- Dan lainnya.
Pertanyaannya apakah happy ending? Fine ending?
Kisah tentang Nabi Yusuf, adalah sebaik-baik kisah. Kenapa terbaik? Karena banyak cobaan, banyak ujiannya. Begitu pula dengan Nabi Isa. Jadi jika jalan kehidupan kita baik-baik saja, maka keimanan dan ketakwaan kita perlu kita tanyakan. Sebab ujian dan cobaan yang besar itu sesuai dengan kadar keimanan.
Kebanyakan kisah orang-orang yang besar hampir semuanya tidak memiliki ayah. Ada yang yatim: Nabi Isa, Nabi Ibrahim, Nabi Muhammad. Ada yang diyatimkan: Nabi Musa di hanyutkan, Nabi Yusuf dan Nabi Ismail dipisahkan dari ayahnya.
Untuk menyiapkan pengasuhan seorang anak menjadi orang besar dan sholeh ternyata ada ibu yang luar biasa. Pada kisah siroh ada Maryam dan Hajar. Nah, proses penyiapan Maryam sebagai pendidik ini sangat lama, dimulai dengan keturunan ayah, kakeknya.
Dalam kehidupan sehari-hari, selain keimanan yang terus menerus ditingkatkan dengan ragam ujian, seseorang juga harus berikhtiar maksimal, berjuang dengan kemampuan maksimal.
Pun dengan Maryam. Ujian keimanan datang bertubi-tubi. Ujian terbesar adalah yang paling dijunjung. Bagi Maryam, itu adalah menjaga kesucian. Allah takdirkan Maryam hamil tanpa ada kontribusi pasangan. Situasi dan keadaan tampak berjalan sulit dihadapannya. Maryam menepi dengan rasa sakit yang mendera, hingga tiba waktunya melahirkan. Ikhtiar meningkatkan keimanan terus diperjuangkan, dengan keadaan rasa sakit menahan rasa lelah, perih pasca melahirkan tapi beliau tetap untuk berusaha menggoyangkan pohon kurma untuk menghasilkan makanan.
Secara nalar pohon kurma yang digoyang tidak akan bisa menjatuhkan buahnya, namun dengan keimanan, ikhtiar, dan kesabaran, Allah memberi apa yang Maryam inginkan. Ibrah besarnya adalah rejeki itu sudah ditetapkan oleh Allah, namun mengapa kita masih perlu bekerja/ikhtiar? Karena Allah menyuruh kita untuk beribadah. Dan bekerja adalah bagian dari ibadah.
Jadi kalau mau bekerja niatkan untuk beribadah, bukan mencari rejeki semata. Yang kita cari ketika bekerja, bukanlah harta berapa tapi banyaknya pahala. Ridho-Nya.
Mari tilik lagi kisah Hajar, yang bolak balik dari Shafa ke Marwa. Pada putaran ke sekian, didapati air keluar deras dari hentakan kaki bayi Nabi Ismail. Ridho-Nya melingkupi ikhtiar Hajar yang tak berkesudahan. Jangan membatasi karunia Allah. Bagi Allah sangatlah mudah mengabulkan doa-doa dan harapan kita yang mengimani-Nya dan tetap ikhtiar sampai Allah sendiri yang menghentikan.
Demikianlah, menyiapkan pengasuhan untuk ananda, bisa Allah hadirkan melalui kesulitan-kesulitan atau ujian-ujian yang tidak ringan. Keimanan kitalah yang akan membawa pada ketuntasan pengasuhan yang baik.
*Tulisan ini adalah insight belajar dari Ustad Salim A Fillah pada agenda SLC Bootcamp#6 di Yogyakarta Tgl 21 Agustus 2024
Leave a Reply